MANOKWARInews -Singapura bisa menjadi contoh sebagai kota padat namun dapat menjadi
hijau di tengah belukar gedung pencakar langit. Menteri Lingkungan Hidup
dan Sumber Daya Air Vivian Balakrishnan, mengungkapkan kebanggaan
tentang kotanya itu Sabtu (23/6) kemarin.
"Meskipun lima juta
orang tinggal di pulau yang luasnya hanya 30 km2, namun 47 persen tanah
kami ditutupi oleh pepohonan," katanya kepada delegasi di KTT Rio +20
yang baru saja berakhir di kota Brasil Rio de Janeiro, Brasil. "Kita
terpaksa harus membangun gedung bertingkat tinggi untuk menyisakan lahan
dan melestarikan tanah serta pohon."
Dr Balakrishnan menyimpulkan
bahwa kota yang ramah lingkungan akan bisa memiliki daya dukung dalam
hal memberikan supalai air serta menekan polusi udara. "Paradoks kota
adalah bahwa kepadatan, kelengkapan, keterhubungan, menjadikan kota
terpadu justru sebagai cara yang paling berkelanjutan dan hijau di masa
depan."
Dua permasalahan inilah yang dikemukakan Dr Balakrishnan
pada Konferensi PBB mengenai Pembangunan Bekelanjutan yang berakhir
Jumat pekan lalu (22/6). Dr Balakrishnan mewakili Singapura di forum PBB
ini. Ia tampil sebagai panelis di forum Habitat PBB mengenai kota-kota
masa depan dan kebijakan perkotaan serta menghadiri diskusi mengenai
keberlangsungan lingkungan perkotaan di Balai Kota Rio de Janeiro.
Forum
10-hari ini disebut sebagai KTT PBB terbesar mengenai pembangunan
berkelanjutan dalam satu dekade, dan bersama delegasi dari 190 negara
lainnya bersepakat untuk memberantas kemiskinan dan menjamin masa depan
yang berkelanjutan.
KTT Rio, yang terlaksana setelah KTT Bumi di
Rio berlangsung 20 tahun silam, seolah menagih janji para pemimpin dunia
yang bersepakat ingin hidup dalam batas kemampuan lingkungan.
Dr
Balakrishnan mencatat bahwa kendala Singapura juga menawarkan peluang
pengelolaan sebuah negara kota. Ukurannya yang kecil, misalnya, tidak
hanya membuat lebih mudah dan lebih murah untuk menyediakan layanan
seperti air dan pendidikan, tetapi juga terus didorong untuk menjadi
lebih hijau.
"Ini bukan lagi soal polusi," katanya. "Kami tidak
bisa mencemari halaman belakang rumah kami, karena halaman belakang
rumah saya adalah halaman depan rumah tetangga. Kami menyimpan hal-hal
yang polutif atau beracun di sebuah sudut, yang tak terlihat,” katanya
mengambil amsal, seperti ditulis koran The Straits Times kemarin (24/6).
Dr
Balakrishnan juga berbicara tentang bagaimana kurangnya sumber daya
telah mendorong Singapura untuk berinovasi dalam pemurnian air dan daur
ulang sampah. Tapi dia juga berbagi dalam tantangan di sebuah negara
kota, yang harus menangani masalah-masalah sosial seperti integrasi
antaretnik, jurang kaya–miskin dan sebagainya.
"Ada cukup banyak
hal terjadi di sebuah negara kota, tetapi pada intinya secara politik
kita bisa melakukannya dengan benar serta membuat rencana jangka panjang
dan desain perkotaan yang inovatif," katanya. Namun ia juga menekankan
bahwa Singapura memiliki keadaan yang unik, dan berbagai negara harus
menemukan cara mereka sendiri.
Dalam suatu pernyataan pada akhir
pertemuan puncak pada hari Jumat, Dr Balakrishnan menyatakan bahwa tidak
ada "satu ukuran cocok untuk semua pendekatan" yang bisa dipakai untuk
perlindungan terhadap lingkungan global dan pembangunan berkelanjutan.
Pada
saat yang sama, dia menekankan perlunya dukungan terhadap tujuan yang
ditetapkan di Rio +20. "Untuk mendukung agenda pembangunan global yang
berkelanjutan, semua strategi nasional kita harus dikoordinasikan dan
didukung oleh rezim pemerintahan yang berpikiran maju dan global yang
efektif," katanya. [mdr]
2 komentar:
manteppppppppp mskipun padata singapura negara kaya
ia gan harusnya kota2 besar di indonesia .. di perbanyak pohon2 jangan malah pohon besar di tengah kota di tebang allasan keamanan nanti kalo roboh..
Posting Komentar